Bertemu denganmu adalah nikmat besar yang tak bisa aku dustakan. Sungguh aku tak sabar menanti hari dimana "kau" dan "aku" menjadi "kita".
Akhirnya, aku akan tinggal bersama pria takdir yang telah lama kucari
dan kunanti. Kali ini, izinkan aku menyampaikan 5 hal yang ada di
kepalaku, agar kau bisa mempertimbangkannya sebelum aku sah berdiri satu
shaf di belakangmu.
1. Bersamamu, aku ingin menumbuhkan cinta yang mempersatukan kita hingga di Surga nanti.
Karena
itu, jika telah bersatu, aku ingin kita lebih berhati-hati dalam
mencintai. Akan kuletakkan hatiku di sebelah hatimu. Bersama-sama, kita
isi kedua hati ini dengan kecintaan kepada Dia Yang Maha Menciptakan.
Bersama-sama, kita bangun keluarga yang saling menguatkan untuk terus
mengejar ridhoNya. Bersama-sama, kita lahirkan anak-anak yang lurus
akidahnya, santun akhlaknya, dan luas pengetahuannya.
Bersama-sama,
kita bangun keluarga yang menebar manfaat untuk banyak orang. Jika
suatu hari nanti Dia meminta salah satu dari kita kembali padaNya, tidak
akan ada lagi hati yang tersakiti. Karena tahu bahwa cinta ini akan
mempersatukan kita lagi di surgaNya nanti.
2. Sudah lama aku hidup sendiri. Semoga kamu bersabar mendampingiku berbenah diri.
Selama
ini, pelembab wajah, pelembab bibir, dan bedak bayi cukup bagiku karena
yang kupedulikan hanya AC kantor yang membuat kering wajah dan bibir.
Jika tidak ada momen penting, aku jarang sekali merias diri. Aku juga
sudah lama terbiasa dengan makanan apa-saja-yang-gampang. Jangan tanya
gizi, yang penting bisadelivery.
Banyak
lagi yang harus dibenahi untuk hidup bersamamu. Aku ingin kamu tak
perlu berpikir soal pakaian karena sudah kupilihkan saat kamu masih
terlelap. Saat kamu bangun, kamar kita sudah tertata sehingga nyaman
digunakan untuk sholat subuh berjamaah. Kemudian aku memasak—setidaknya
aku bisa membuat sarapan yang memberikanmu cukup energi.
Lalu
aku belajar merias diri agar senang hatimu jika melihatku. Lisan dan
perilakuku juga harus dibenahi agar bisa menyejukkan hatimu
ketika pulang mencari nafkah. Masih banyak lagi yang harus
kubenahi. Semoga kamu bersedia bersabar mendampingi.
3. Ajari aku menjadi bagian dari keluargamu, kamu pun begitu.
Katanya, menikah akan memperluas rezeki. Setidaknya, aku ingin mendapatkan rezeki berupa limpahan kasih sayang dari keluarga baru: orangtuamu, saudaramu, dan seluruh anggota keluarga besarmu. Kamu tahu, sifat manusia tidak sama. Aku, saudaraku, dan orangtuaku saja sering tidak sepaham untuk beberapa hal. Apalagi aku dan keluargamu yang jelas berbeda latar belakang dan budaya.
Ajarkan
aku bahasa ibumu, hal yang disukai dan tidak disukai saudaramu, dan
nilai-nilai yang dipegang keluargamu. Semuanya. Aku ingin bisa menyatu
dengan mereka agar kelak aku bisa menjadi anak dari orangtuamu dan
bagian dari keluarga besarmu. Kuharap kau pun bersedia belajar untuk
menjadi anak dari orangtuaku, kakak bagi adik-adikku, dan bagian dari
keluarga besarku.
Dengan begitu, pernikahan kita akan menjadi simpul yang mengeratkan dua keluarga yang saling menyayangi.
4. Kita fokus bangun keluarga baru. Tapi jangan sampai melupakan keluarga kita.
Aku
tak bisa mendapatkan pendamping yang luar biasa sepertimu, tanpa
pengorbanan orangtuamu sejak 25 tahun yang lalu. Pun kamu tak bisa
mendapati aku sebagai “aku” tanpa pengorbanan orangtuaku. Karena itu,
sambil membangun keluarga baru, kita harus tetap berusaha maksimal untuk
berbakti kepada orangtua kita.
Orangtua
memang tak mengharapkan apapun selain kebahagiaan kita. Mereka juga tak
ingin mengganggu anaknya yang sedang sibuk membangun keluarga
baru. Tapi pasti jauh di lubuk hati, mereka selalu merindukan kehadiran
kita. Kita bisa mulai dengan yang sederhana, seperti membelikan ibu
peralatan masak yang baru untuk mengisi waktu
senggangnya, membelikan ayah barang yang berhubungan dengan hobinya,
atau bisa juga mengajak mereka liburan bersama.
Jauh lebih penting dari itu semua, kita harus meluangkan waktu untuk menelepon atau sekedar chat setiap
hari untuk sekedar bertanya kabar hari ini. Dengan begitu, semoga
mereka tetap merasa memiliki kita walaupun kita sudah hidup terpisah
dari mereka.
5. Apa yang akan kita lalui indah, tapi tidak akan mudah. Semoga kamu tidak menyerah.
Tentu
saja, aku tetap akan berusaha berfikir tanpa emosi untuk mengambil
keputusan yang tepat. Namun jika aku terlalu terlalu emosi dan ingin
menyerah, kumohon kamu tetap tegar. Kamu adalah imam yang di tanganmu
terletak segala keputusan. Seberapa kecilpun keinginanku untuk
mempertahankan keluarga kita ketika itu, tetap ujung lidahmu saja lah
yang menentukan apakah kita tetap bersama atau berpisah.
Kumohon, jangan
menyerah! Seberapa sulit pun rintangan yang harus kita jalani, seberapa
besar pun keinginanku untuk menyerah, jika kamu masih melihat ada
kemungkinan keluarga ini untuk terus berjalan menuju keridhoan-Nya,
tolong jangan kabulkan permintaan bodohku!